Masalah kesehatan gigi, mulai dari gigi berlubang hingga kehilangan gigi, sangat umum terjadi di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2023, proporsi gigi yang hilang/dicabut/tanggal di Indonesia mencapai 21%.
Kehilangan gigi di Indonesia menjadi permasalahan kesehatan yang mengkhawatirkan. Data terbaru menunjukkan, kelompok usia 65 tahun ke atas memiliki angka tertinggi kehilangan gigi sebesar 46,5%, diikuti oleh kelompok usia 55-64 tahun (37,2%), usia 45-54 tahun (26,4%), dan usia 35-44 tahun (18%).
Angka ini menunjukkan bahwa kehilangan gigi tidak hanya terjadi pada lansia tetapi juga menimpa kelompok usia produktif. Meski prevalensinya tinggi, hanya 3,1% masyarakat yang menggunakan gigi tiruan sebagai solusi.
Survei yang sama mengungkapkan bahwa 91,9% responden belum pernah mengunjungi dokter gigi. Alasan utamanya beragam, mulai dari merasa tidak perlu, tidak pernah sakit gigi, hingga memilih untuk mengobati sendiri.
Padahal, tanpa penanganan medis, masalah kehilangan gigi bisa mengakibatkan efek kesehatan jangka panjang, mempengaruhi kualitas hidup, dan bahkan mengganggu kesehatan tubuh secara keseluruhan.
Dampak Kehilangan Gigi Terhadap Kesehatan dan Kualitas Hidup
1. Kemampuan Bicara
Kehilangan gigi dapat mengganggu kemampuan bicara, membuat pelafalan tidak jelas, dan menghambat komunikasi sehari-hari. Dampak ini dirasakan terutama ketika berinteraksi dengan orang-orang terdekat, yang membuat penderita kehilangan kenyamanan dalam berbincang.
2.Sulit Mengunyah dan Menelan
Kehilangan gigi membatasi kemampuan seseorang dalam mengunyah dengan baik, sehingga mempengaruhi pilihan makanan dan asupan gizi. Bagi kelompok lansia, yang rentan terhadap masalah nutrisi, keterbatasan ini bisa berujung pada ketidakseimbangan gizi. Selain itu, keterbatasan ini juga membuat mereka sulit menikmati pengalaman sosial dalam bersantap bersama.
3.Perubahan Struktur Wajah
Dalam jangka panjang, kehilangan gigi bisa mengubah struktur wajah. Ketika gigi hilang, tulang rahang akan menyusut, membuat wajah terlihat lebih tua dan cekung, bahkan menyebabkan wajah tampak lebih berkerut. Tampilan fisik yang berubah dapat memengaruhi rasa percaya diri.
drg. Murti Indrastuti M.Kes., Sp. Pros (K), Ketua Departemen Prostodonsia FKG UGM, menekankan pentingnya penggunaan gigi palsu sebagai solusi.
“Penggunaan gigi palsu tidak hanya mengembalikan kemampuan bicara, mengunyah, dan menelan tetapi juga menjaga struktur wajah,” ujarnya. Menurutnya, perawatan gigi tiruan ini relatif mudah karena tidak membutuhkan operasi, sehingga menjadi solusi praktis bagi masyarakat.
Sebagai bentuk komitmen terhadap kesehatan gigi masyarakat, Polident, merek perawatan gigi tiruan yang diproduksi oleh Haleon, meluncurkan program penyediaan akses gigi palsu untuk warga di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dhanica Mae Dumo-Tiu, General Manager Haleon Indonesia, berharap program ini meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan gigi dan mulut.
“Kami berharap lebih banyak orang bisa mendapatkan manfaat dari gigi palsu yang tepat, sehingga meningkatkan kualitas hidup mereka,” ujarnya.