Parenting style atau pola asuh orang tua tentunya akan membawa dampak bagi kepribadian anak. Untuk itu mama dan papa perlu mengenal lebih dalam mengenai hal ini agar tidak salah menerapkannya.
Pola asuh orang tua memainkan peran krusial dalam membentuk perkembangan psikologis, emosional, dan sosial anak. Berbagai pendekatan dalam pola asuh dapat memiliki efek yang mendalam pada kesejahteraan dan perilaku anak. Ada empat jenis pola asuh utama, yaitu : otoriter, permisif, neglectful, dan otoritatif. Penting bagi orang tua untuk memastikan bahwa jenis pola asuh yang diterapkan sudah tepat dan dapat menjaga kesehatan mental anak. Yuk, kita simak penjelasannya!
1. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter ditandai dengan penetapan aturan yang ketat. Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter memiliki kontrol sangat tinggi terhadap anak, sedangkan tingkat responsifnya cukup rendah. Pola asuh ini hanya mengutamakan komunikasi satu arah melalui berbagai larangan dan perintah secara ketat.
Dalam pola asuh otoriter, orang tua memiliki ekspetasi yang jelas mengenai perilaku anak, memberikan sedikit ruang untuk kebebasan, dan jarang menjelaskan alasan di balik aturan mereka. Tak jarang orang tua dengan pola asuh otoriter menerapkan disiplin keras untuk mengendalikan perilaku anak, seperti memberikan hukuman fisik. Hal tersebut tentu berisiko memengaruhi kesehatan mental anak.
Anak-anak yang dibesarkan dalam pola asuh otoriter cenderung menunjukkan beberapa karakteristik berikut :
- Patuh dan disiplin karena terbiasa dengan struktur yang ketat.
- Takut berbuat salah.
- Memiliki rasa percaya diri yang rendah dan kurang mandiri.
- Selalu merasa cemas dan khawatir dengan bagaimana reaksi orang tua kalau mereka berbuat salah.
- Memiliki kemampuan sosial yang terbatas karena kurangnya komunikasi terbuka dengan orang tua.
- Rentan mengalami masalah mental dan perilaku, contohnya suka berbohong.
- Tidak berani mengemukakan pendapat.
- Cenderung kesulitan mencapai nilai akademik yang bagus.
2. Pola Asuh Permisif
Pola asuh permisif ditandai dengan sikap yang lebih santai dan fleksibel dari orang tua. Mereka cenderung memprioritaskan kenyamanan anak, membiarkan anak-anak memiliki kebebasan yang lebih besar, jarang menerapkan aturan yang ketat, dan lebih fokus pada memberikan dukungan emosional.
Pada pola asuh ini orang tua bersikap layaknya teman kepada anak, sehingga mereka menghindari konfrontasi dan memberikan sedikit batasan. Anak yang menerima pola asuh ini juga jarang mendapatkan aturan yang ketat atau hukuman. Sisi negatifnya, orang tua menjadi lemah terhadap setiap keinginan anak. Sehingga mereka tidak bisa mengatakan “tidak” dan cenderung memanjakan anaknya.
Anak-anak yang dibesarkan dalam pola asuh permisif cenderung menunjukkan beberapa karakteristik berikut :
- Lebih kreatif dan mandiri karena merasa didorong orang tua untuk bereksplorasi dengan bebas.
- Mengalami kesulitan dalam mengikuti aturan dan batasan karena mereka terbiasa dengan lingkungan yang sangat fleksibel.
- Memiliki kontrol diri yang kurang baik, cenderung egois, dan mendominasi.
- Kurang bisa bertanggung jawab terhadap tindakan mereka.
- Cenderung membuat anak menjadi pribadi yang manja sehingga dapat berimbas dalam hubungan dan interaksi sosial mereka.
3. Pola Asuh Neglectful
Pola asuh neglectful, atau acuh tak acuh, ditandai dengan kurangnya keterlibatan dan perhatian dari orang tua. Orang tua dalam pola ini sering kali tidak memberikan batasan yang tegas terhadap anak, tidak memberikan dukungan emosional yang cukup, tidak memantau kegiatan anak, dan tidak terlibat dalam kehidupan sehari-hari anak. Mereka mungkin juga tidak memenuhi kebutuhan dasar anak dengan baik.
Ada berbagai faktor yang dapat mendasari orang tua menerapkan pola asuh ini, salah satunya adalah masalah kesehatan mental, misalnya orang tua yang mengalami depresi, menjadi korban pelecehan/kekerasan, atau pernah diabaikan semasa anak-anak sehingga mereka menerapkan hal yang sama pada anaknya.
Anak-anak yang dibesarkan dalam pola asuh neglectful cenderung menunjukkan beberapa karakteristik berikut :
- Kurangnya bimbingan dan dukungan dapat berdampak negatif pada prestasi akademis anak.
- Anak-anak mungkin merasa tidak dicintai atau diabaikan, yang dapat mempengaruhi kesejahteraan emosional mereka dan hubungan sosial mereka.
- Kurangnya pengawasan dapat membuat anak-anak lebih rentan terhadap perilaku berisiko dan bertentangan dengan hukum.
- Mengalami kesulitan dalam mengelola emosi.
- Cenderung merasa rendah diri dan memiliki risiko lebih besar mengalami gangguan mental.